Kamis, 15 Desember 2011

PENGERTIAN BELAJAR

Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Sebagaimana Rasulullaah SAW., menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses  belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai  hasil belajar dari interaksi dari lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar  dapat didefenisikan sebagai berikut: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri  dalam interaksi dengan lingkungannya.[1]
Sejalan dengan pendapat tersebut Winkel menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.[2] Gage mendefenisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian juga Harold Spear mendefenisikan belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru.[3]
Menurut Djamarah dan Zain bahwa, “belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataanya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.”[4] Sedangkan menurut Syah mengemukakan bahwa, “ belajar pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor. Fungsi psikomotor dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat, mengucapkan”.[5]
Demikian juga dengan Sardiman menyatakan bahwa, “belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor”.[6]
Adapun ayat Al-Qur’an yang behubungan dengan alat-alat bersifat psiko-fisik, yaitu dalam surat An-Nahl ayat 78 Allah  berfirman:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
Artinya:      “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan af-idah (daya nalar), agar kamu bersyukur”.[7]
Sedangkan menurut Hamalik,
“Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior trhough experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan pengubahan kelakuan”.[8]

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai perubahan tingkah laku yaitu: perubahan dalam pengetahuannya, kecakapannya, kemampuannya, dan daya kreasinya sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam Islam, penekanan terhadap signifikansi fungsi kognitif (aspek aqliah) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat penting untuk belajar, sangat jelas. Kata-kata kunci, seperti ya’qilun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un, dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qur’an, merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa  manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.
Allah SWT. mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah dalam Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi:
 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ  
Artinya:      “Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya, hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[9]
Demikian pentingnya arti daya nalar akal dalam perspektif ajaran islam, terbukti dengan dikisahkannya penyesalan para penghuni neraka karena keengganan dalam menggunakan akal mereka untuk memikirkan peringatan Allah SWT salah satu diantarany adalah untuk tidak mempersekutukan Allah SWT. Dalam surat Al-Mulk ayat 10 dikisahkan bahwa mereka berkata:
(#qä9$s%ur öqs9 $¨Zä. ßìyJó¡nS ÷rr& ã@É)÷ètR $tB $¨Zä. þÎû É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$# ÇÊÉÈ
Artinya:      Dan mereka berkata: Sekiranya kami mendengarkan dan memikirkan (peringatan Tuhan) niscaya kami tidak termasuk para penghuni neraka yang menyala-nyala”.[10]
Dan dengan berilmu (menggunakan akal atau belajar), manusia dapat kembali ke fitrahnya yakni perjanjian yang telah diikrarkan ketika masih di dalam sulbi nabi Adam as. Isi perjanjian tersebut di dalam surat Al-A’raf ayat 172 yang berbunyi:
øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ  
Artinya:           “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Selanjutnya dengan belajar Allah SWT. Akan meninggikan derajat manusia sebgaimana di dalam surat Al-Mujadalah ayat 11yang berbunyi:
Æìsùötƒ... ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 
Artinya:      “...niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan berilmu”.[11]
Ayat-ayat di atas mejelaskan bahwa manusia dilahirkan tidak memiliki pengetahuan apa-apa, oleh karena itu Allah SWT. memberikan pendengaran, penglihatan, dan daya nalar. Agar manusia dapat berfikir atau belajar memperoleh pengetahuan. Salah satu diantaranya yaitu memikirkan peringatan Allah SWT. agar tidak termasuk penghuni neraka, dan manusia dapat kembali ke fitrah.
Kemudian belajar memiliki peranan penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Dan belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan.


[1] Slmeto, op.cit., h. 2
[2] Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), h. 5
[3] Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Jakarta: Gaung Persada Pers, 2008), h.122
[4] Djamarah dan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 38
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 71
[6] Sardiman A.M., Interaksi & Motovasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 21
[7] Syah, op.cit., h. 88
[8] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 27
[9] Syah, op.cit., h. 86
[10] Syah, op.cit., h. 88
[11] Syah, op.cit., h.62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar